Jumat, 29 Agustus 2008

Salam Perjuangan


Sabarlah wahai saudaraku tuk menggapai cita
jalan yang kau tempuh sangat panjang
tak sekedar bongkah batu karang

yakinlah wahai saudaraku
kemenagan kan menjeleng
walau tak kita hadapi masanya
tetaplah Al haq pasti menang

tanam di hati benih iman sejati
berpadu dengan jiwa Rabbani
tempa jasadmu jadi pahlawan sejati
tuk tegakkan kalimat illahi

Selasa, 26 Agustus 2008

Meraih Syurga dan Janji Allah


;Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang orang bertaqwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah ?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan

kejinya itu sedang mereka mengetahui; ( QS. Ali 'Imran : 133 -135

Jalan kehidupan laksana lorong panjang yang penuh dengan masalah Hanya manusia yang memiliki obor kehidupan berupa pedoman (manhaj) hidup yang benar yang dapat melewatinya dengan selamat. Namun kalau kita perhatikan, betapa banyak orang-orang yang tidak konsisten dalam menerapkan manhaj tersebut. Kebanyakan manusia cenderung ingin mendapatkan kesenangan fana tak berujung. Mereka menghabiskan seluruh kesempatan hidupnya untuk sebuah pesta lomba mengejar prestasi dunia meraih popularitas berbanyak-banyak harta dan keturunan, memburu kedudukan dan pangkat. Yah! alangkah sempitnya dunia ini dengan type manusia seperti ini. Manusia-manusia yang sejak bangun dari tidurya hingga tidur kembali hanya disibukkan oleh dunia. Dunia dijadikan tujuan, bukan lagi sarana demi mencapai tujuan yang hakiki, sehingga mereka terus berlomba untuk mengejarnya. Sebagai seorang Muslim hendaknya bisa menjaga diri dari tarikan-tarikan dunia yang penuh dengan ma'siat, membentenginya dengan iman, serta senantiasa mengingat janji Allah yang pasti, yaitu syurga

Tidak sedikit orang dengan entengnya mengatakan bahwa dunialah yang dapat memuaskan diri (hawa nafsu), sebagai tempat menentramkan jiwa mereka melihat semua ini karena banyak dunia dipenuhi dengan berbagai macam ma'siat yang kongkrit. Bukan! bukan ini sebenarnya. Sungguh Allah telah memerintahkan kita agar mempercepat diri meraih janji dan ampunan-Nya. Tentu tidak hanya dengan omong kosong saja, tapi dibarengi dengan'amal semaksimal mungkinDalam ayat diatas Allah telah menyediakan syurga dan ampunan-Nya untuk mereka yang bertaqwa. Diantara ciri-ciri orang yang bertaqwa, adalah

1. Berinfaq dalam Keadaan Lapang dan Sempit

Berinfaq tidak hanya terbatas pada harta saja, tetapi segaia kelebihan yang ada pada diri kita. Baik berupa kekuatan, kemahiran atau tenaga Semua itu adalah pemberian Allah SWT kepada setiap manusia. Oleh karena itu sebagai seorang Muslim hendaknya kita menggunakan potensi yang berharga ini untuk meraih dan mengejar janji Allah dan Ampunan-Nya yang besar yang berupa syurga dan segala kenikmatan-Nya. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

;Perumpaman syurga yang dijanjikan untuk orang-orang yang bertaqwa……….. (QS Ar-Ra'du : 35)

Bagi mereka yang mempunyai kelebihan harta, hendaklah harta itu disalurkan dan diinfaqkan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).Dengan niat yang bersih dan kelurusan sikap dalam membelanjakannya dijalan Allah maka akan terasa ni'matnya berinfaq Kalau kita perhatikan bentuk kedermawanan Rasulullah SAW dalam berinfaq, tak ada yang dapat mengunggulinya. Sampai-sampai pada bulan Ramadhan beliau lebih gemar lagi membelanjakan hartanya untuk infaq Sehingga tak heran kalau sosok pribadi seperti beliau dijuluki sebagai orang yang paling dermawan baik dalam keadaan lapang maupun sempit Demikianlah Rasulullah mencontohkan para sahabatnya tentang masalah infaq mengingat begitu urgennya membelanjakan harta di jalan Allah (Fii Sabilillah).

Kemudian di ayat lain Allah memerintahkan kepada kita tidak bersifat kikir manakala harta kekayaan kita melimpah ruah, karena sikap kikir itu tak akan mendatangkan keuntungan, justru sebaliknya. Firman Allah 'ingatlah, kamu ini orang yang diseru untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah, maka diantara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah lah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan-Nya; (QS.Muhammad : 38)

2. Mengendalikan Amarah

Marah merupakan salah satu sifat yang tak mungkin terlepas dari manusia,karena yang demikian merupakan fitrah manusia. Namun walaupun demikian sifat marah ini harus ditempatkan pada proporsinya, jangan sampai dikendalikan untuk hal-hal yang buruk. Rasulullah SAW mensinyalir dalam

sebuah haditsnya: Laa Taghdhab (janganlah kau marah).

Rasulullah memerintahkan kepada seseorang yang sedang marah hendaklah segera berwudhu, karena ia datang dari syetan laknatullah. Dan syetan sendiripun diciptakan Allah dari api maka padamkan ia dengan air. Untuk itu maka seorang Muslim hendaklah menjadikan sabar sebagai senjata dalam menghadapi kemarahan. Dan sabar inilah yang langsung mendapatkar kesertaan/pengawasan dari Allah, sebagai Firman-Nya

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS. AI-Anfal :46)

Imam Asy-Syahid Abdullah 'Azzam dalam satu bukunya Fit Tarbiyatil Jihad Wal Bina, mengatakan: ;Kedudukan sabar dalam Islam, bagaikan kepala dari jasad, karena tak ada jasad tanpa kepala. Demikian pula tidak ada agama kecuali dengan sabar

Betapa tinggi derajat orang-orang sabar disisi Allah. Yaitu mereka yang dapat mengendalikan dirinya dari amarah karena mengharap ridha Allah semata. Inilah yang disinyalir Allah dalam AI-Qur'an:

Sesungguhnya cukuplah bagi orang-orang sabar mereka pahala tanpa batas.;(QS. Azzumar:10)

3. Sikap Pemaaf kepada Manusia

Seorang Muslim hendaklah memiliki jiwa pemaaf sebagai tanda orang mulia dan penyayang. Sifat pemaaf ini termasuk salah satu sifat orang mukmin Allah berfirman: 'Tetapi ingatloh, siapa yang memaafkan dan mendamaikan maka ganjarannya adalah (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang Zhalim

Mungkinkah seorang Muslim menjadi mulia apabila ia tidak memaafkan saudaranya ?

Mungkinkah seorang Muslim menjadi seorang penyayang, jika tidak menutupi aib saudaranya? Mungkinkah seorang Muslim menjadi hina karena ia bersabar menasihati saudaranya yang salah dan memaafkannya bila melakukan kesalahan dan kekeliruan? Bahkan seseorang akan mulia kalau ia mampu menyadari 'aibnya sendiri

Cara menutupi 'aib dan memaafkan kesalahan saudara Muslim ini bukan berarti meninggalkan nasihat langsung kepada yang bersangkutan dengan cara diam diam dan tidak berarti menggugurkan kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar jika salah seorang saudaranya terjerumus kedalam dosa. Sebab jika nasihat-menasihati karena Allah tidak jalan, maka kebaikan Ukhuwah Islamiyah tidak akan terwujud. Begitu juga tidak dilakukan saling tegur dan amar ma'ruf nahi mungkar sesama saudara, ukhuwah tidak bemilai

disisi Allah dan Syari'at-Nya.

Sehubungan dengan QS 3:134 ini Buya Hamka Alm. dalam Tafsir Al-Azharnya menulis

;Di ayat ini diberikan tuntunan terperinci dan lebih jelas yang diperlombakan itu ialah kesukaan memberi, kesukaan menderma untuk mengejar syurga yang seluas langit dan bumi, sehingga semua bisa masuk dan tidak akan ada perebutan tempat. Disebut dengan terang, yaitu dalam waktu senang dan dalam waktu susah orang senang berderma dan orang susahpun berderma. Orang kaya berderma, orang miskin berderma. Tidak ada yang bersemangat meminta, tetapi semua bersemangat memberi. Sehingga si miskinpun tidaklah berjiwa kecil, yang hanya mengharap-harap belas-kasihan orang. Meskipun dia tidak mempunyai uang, namun dia ada mempunyai ilmu untuk diajarkan. Atau tenaga untuk diberikan. Semuanya berlomba-lomba mengejar syurga yang luas-lapang dan selapang langit dan bumi, tidak bersempit-sempit. Maka kalau ada yang mengecewakan atau membuat yang patut menimbulkan marah karena ada yang calih, seumpama-pepatah: Ketika menggarap tanah, cangkul banyak berlebih, tetapi ketika membagi makanan, piring sangat berkürang.

Hal ini bisa menimbulkan marah, karena ada yang Thufaily; yaitu orang yang bekerja malas, tetapi makan mau. Maka Mu'min yang berjiwa besar tidak mengambil pusing hal yang demikian. Dia asyik bekerja, mana dia perduli kalau ada yang malas? Bukan saja menahan marah, bahkan juga memberi maaf.

; Di sini kita lihat tingkat-tingkat kenaikan takwa seorang mu'min Pertama mereka pemurah; baik dalam waktu senang atau dalam waktu susah. Artinya kaya ataupun miskin berjiwa dermawan. Naik setingkat lagi; yaitu pandai menahan marah. Tetapi bukan tidak ada marah. Karena orang yang tidak ada rasa marahnya melihat yang salah; adalah orang yang tidak berperasaan. Yang dikehendaki di sini, ialah kesanggupan mengendalikan diri ketika marah. Ini adalah tingkat dasar. Kemudian naik setingkat lagi, yaitu memberi maaf.

Kemudian naik ke tingkat yang di atas sekali; menahan marah, memberi maaf yang diiringi dengan berbuat baik; khususnya kepada orang yang nyaris dimarahi dan dimaafkan itu. Ini behar-benar menunjukkan jiwa yang terlatih dengan takwa.

4, Dzikrullah Ketika Berhadapan dengan Ma'siat atau Berlaku Zhalim terhadap Diri sendiri

Ma'siat adalah salah satu penyakit hati yang menyebabkan terhalangnya seseorang masuk syurga. Banyak orang yang remeh terhadap ma'siat,sehingga mudah terjerumus kedalam lingkaran syetan.Manakala seseorang sadar akan pengawasan ketat dari Allah maka tidak akan mudah baginya untuk berbuat ma'siat meskipun peluang begitu banyak untuk melakukannya. la terkendali dan waspada saat berhadapan dengan

godaan-godaan dunia yang menggiurkan.

Bagi seorang Muslim hendaklah menyadari dirinya diawasi oleh Allah. Dari sini akan muncul dorongan hati untuk beramal baik dan tingkah laku uang terarah sesuai dengan Manhaj Rabbani. Orientasi hidupnya akan tertuju pada Allah semata. Benarlah apa yang disinyalir Rasullah SAW dalam salah satu haditsnya: ;Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya, kalaupun engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.(AI-Hadits)

Diantara tingkatan orang bertaqwa adalah cepat ingat Allah (dzikrullah) tatkala terkena bisikan syetan, dan pada saat itu pulalah mereka melihat kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat. Firman Allah SWT: ;Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka terkena bisikan syetan mereka segera mengingat Allah, dan saat itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahan mereka.; (QS. AI-Araf : 201)

Itulah beberapa point dari sekian ciri-ciri orang bertaqwa yang akan mendapatkan ampunan dan syurga Allah SWT. Sifat-sifat inilah yang harus kita jadikan bekal untuk mendapatkan janji Allah tersebut. Kenapa mesti diperlambat??

Wallahu A'lam bishshowab